Kesepian
adalah hal utama yang membunuh seseorang dalam panjangnya kehidupan yang ia
alami. Lebih dari penyakit atau rasa sakit akibat suatu penyakit, kesepian itu seperti
penyakit, penyakit paling berat yang mampu membunuh perlahan. Kemiskinan tidak
lebih buruk dari kesepian itu sendiri. Selama masih bisa makan, maka kemiskinan
bukanlah alasan untuk mati. Dan percayakah, Tuhan tidak pernah menciptakan
manusia tanpa makan atau kemampuan untuk mencari makan. Maka dari itu,
kemiskinan bukanlah hal utama yang membunuh seseorang. Kesepian, membuat
seseorang berada dalam angannya sendiri, tidak ada kawan bercerita atau tempat
meminta pendapat.
Maka
bagi pasangan yang terus bertahan di tengah badai. Membangun biduk rumah
tangganya, melahirkan anak-anak yang manis, merawat dan membesarkannya, hingga
melepaskan mereka hidup mandiri dan terpisah. Yang tersisa kembali hanya berdua
saja. Bertahun lamanya berjuang berdua, bukan hanya jalan yang lurus, tapi
berkelok dan terjal. Bukan hanya menghadapi bab perut tapi seluruh bab
kehidupan harus dihadapi bahkan dari hal yang hadir dari diri sendiri yaitu
amarah, prinsip dan perbedaan-perbedaan lain.
Sungguh
indahnya hubungan cinta yang demikian, meski sekarang tidak mudah
mempertahankannya. Karena alasan ego, ekonomi dan lain-lain. Maka ketika Tuhan
menciptakan jodoh yang menemani sepanjang hari, bertahun-tahun dan tak terpisah
dengan ‘ketokan palu hakim’. Didalam diri mereka ada cinta yang kuat, rasa
sayang yang hebat, yang mampu mengalahkan semua hal yang terus mencoba merusak
kisah mereka.
Seperti
secangkir kopi hitam, kau tetap merasakan pahitnya meskipun didalamnya sudah
mengandung gula. Lalu apakah jika gulanya lebih banyak daripada kopinya, itu
membuatmu merasa lebih nikmat untuk meminumnya? Tidak, justru kau akan
membuangnya. Seperti itu pula kisah kehidupan, kau hanya perlu sedikit rasa manis
untuk membuatnya seimbang.
Perjalan
cinta yang tak terpisah oleh sebuah ego, adalah cerita manis yang patut
dicontoh. Tidak ada perahu yang berlayar tanpa angin, tidak ada perahu yang
sampai tujuan di laut sebrang tanpa melewati badai yang menerpanya. Maka,
merekalah pasangan yang terkuat, dan terus bersama, sampai Tuhan berkata “pulanglah”.
Selama apa kau bersamanya, setua apa usiamu sekarang, kehilangan belahan jiwa
bukanlah perkara perut kosong atau mata yang mengantuk, karena keduanya
hanyalah perkara mudah. Kehilangan menjadi sesuatu yang tiba-tiba saja menjadi
‘penyakit’ mematikan. Kebiasaan-kebiasaan yang setiap hari dilakukan bersama
harus disudahi. Teman tertawa, teman bercerita bahkan teman bertengkar. Teman bermanja,
teman tidur bahkan teman menuju kehidupan yang kekal (surga dan neraka). Maka
dari itu kehilangan menjadi awal terserangnya penaykit kesepian.
Rasa
kehilangan itu tidak akan bisa ditukar dengan apapun, meskipun ada anak-anak,
ada uang dan ada kesempatan ‘mencari yang baru’. Bagi perahu yang bertahun
lamanya berlayar, menemukan awak kapal atau nahkoda baru bukanlah hal yang
mudah. Mereka harus kembali berlayar di titik awal lagi. Kesepian demikian
bukanlah perkara kehilangan classmate saja,
tapi ia mengalami kehilangan soulmate
nya. Separuh dari dirinya, separuh kehidupannya, dan separuh hatinya.
Jika
kita adalah orang lain, bukan tokoh yang mengalaminya, kita bisa apa? Mencoba
untuk menyemangatinya? Tetap hidup dengannya? Mencarikan soulmate baru baginya? Atau apa? Rasanya hanya sia-sia, jika saja
dia tidak ingin membunuh kesepiannya dengan hal yang sedikit saja membuatnya
tersenyum. Bagi seorang yang mengalaminya, dia bisa saja merasa hanya menunggu
waktu untuk menyusul “pulang” dengan harap akan ada kesempatan baginya bersama
kembali di Surga. Sebagian besar dari pasien penyakit kesepian yang dialami di
usia tua selalu berfikiran demikian. Jika saja ada yang bisa dilakukan orang
lain untuk menyembuhkannya, penyakit itu hanya akan hilang sesaat saja.
Kecuali, bagi mereka yang mau untuk mencari soulmate
baru yang mungkin saja bisa menyembuhkannya.
Tapi,
dia adalah tokoh yang hebat, perannya sungguh luar biasa. Dalam kisahnya dia
memulai sejak akad diucap hingga raga terkubur. Cerita itu sudah berakhir meski
kenangannya akan tetap hidup. Yang tersisa hanya kesepian dan harapan baru bagi
yang mau.
Pada
intinya, jika anda mengalahi kehilangan (karena kematian) bangkitlah, hiburlah
diri sendiri, dekatkan dirimu pada Tuhan. Jika kau benar-benar mencintainya kau
akan tetap menemaninya melalui doa-doa mu. Itu sudah cukup, sisanya pikirkan
hari esok mu. Hari yang seharusnya lebih baik bagimu, kehidupanmu, orang-orang
disekitarmu dan orang-orang yang selalu menyayangimu.
0 komentar:
Posting Komentar