Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Minggu, 13 Mei 2018

Kesepian itu penyakit mematikan


Kesepian adalah hal utama yang membunuh seseorang dalam panjangnya kehidupan yang ia alami. Lebih dari penyakit atau rasa sakit akibat suatu penyakit, kesepian itu seperti penyakit, penyakit paling berat yang mampu membunuh perlahan. Kemiskinan tidak lebih buruk dari kesepian itu sendiri. Selama masih bisa makan, maka kemiskinan bukanlah alasan untuk mati. Dan percayakah, Tuhan tidak pernah menciptakan manusia tanpa makan atau kemampuan untuk mencari makan. Maka dari itu, kemiskinan bukanlah hal utama yang membunuh seseorang. Kesepian, membuat seseorang berada dalam angannya sendiri, tidak ada kawan bercerita atau tempat meminta pendapat.
Maka bagi pasangan yang terus bertahan di tengah badai. Membangun biduk rumah tangganya, melahirkan anak-anak yang manis, merawat dan membesarkannya, hingga melepaskan mereka hidup mandiri dan terpisah. Yang tersisa kembali hanya berdua saja. Bertahun lamanya berjuang berdua, bukan hanya jalan yang lurus, tapi berkelok dan terjal. Bukan hanya menghadapi bab perut tapi seluruh bab kehidupan harus dihadapi bahkan dari hal yang hadir dari diri sendiri yaitu amarah, prinsip dan perbedaan-perbedaan lain.
Sungguh indahnya hubungan cinta yang demikian, meski sekarang tidak mudah mempertahankannya. Karena alasan ego, ekonomi dan lain-lain. Maka ketika Tuhan menciptakan jodoh yang menemani sepanjang hari, bertahun-tahun dan tak terpisah dengan ‘ketokan palu hakim’. Didalam diri mereka ada cinta yang kuat, rasa sayang yang hebat, yang mampu mengalahkan semua hal yang terus mencoba merusak kisah mereka.
Seperti secangkir kopi hitam, kau tetap merasakan pahitnya meskipun didalamnya sudah mengandung gula. Lalu apakah jika gulanya lebih banyak daripada kopinya, itu membuatmu merasa lebih nikmat untuk meminumnya? Tidak, justru kau akan membuangnya. Seperti itu pula kisah kehidupan, kau hanya perlu sedikit rasa manis untuk membuatnya seimbang.
Perjalan cinta yang tak terpisah oleh sebuah ego, adalah cerita manis yang patut dicontoh. Tidak ada perahu yang berlayar tanpa angin, tidak ada perahu yang sampai tujuan di laut sebrang tanpa melewati badai yang menerpanya. Maka, merekalah pasangan yang terkuat, dan terus bersama, sampai Tuhan berkata “pulanglah”. Selama apa kau bersamanya, setua apa usiamu sekarang, kehilangan belahan jiwa bukanlah perkara perut kosong atau mata yang mengantuk, karena keduanya hanyalah perkara mudah. Kehilangan menjadi sesuatu yang tiba-tiba saja menjadi ‘penyakit’ mematikan. Kebiasaan-kebiasaan yang setiap hari dilakukan bersama harus disudahi. Teman tertawa, teman bercerita bahkan teman bertengkar. Teman bermanja, teman tidur bahkan teman menuju kehidupan yang kekal (surga dan neraka). Maka dari itu kehilangan menjadi awal terserangnya penaykit kesepian.
Rasa kehilangan itu tidak akan bisa ditukar dengan apapun, meskipun ada anak-anak, ada uang dan ada kesempatan ‘mencari yang baru’. Bagi perahu yang bertahun lamanya berlayar, menemukan awak kapal atau nahkoda baru bukanlah hal yang mudah. Mereka harus kembali berlayar di titik awal lagi. Kesepian demikian bukanlah perkara kehilangan classmate saja, tapi ia mengalami kehilangan soulmate nya. Separuh dari dirinya, separuh kehidupannya, dan separuh hatinya.
Jika kita adalah orang lain, bukan tokoh yang mengalaminya, kita bisa apa? Mencoba untuk menyemangatinya? Tetap hidup dengannya? Mencarikan soulmate baru baginya? Atau apa? Rasanya hanya sia-sia, jika saja dia tidak ingin membunuh kesepiannya dengan hal yang sedikit saja membuatnya tersenyum. Bagi seorang yang mengalaminya, dia bisa saja merasa hanya menunggu waktu untuk menyusul “pulang” dengan harap akan ada kesempatan baginya bersama kembali di Surga. Sebagian besar dari pasien penyakit kesepian yang dialami di usia tua selalu berfikiran demikian. Jika saja ada yang bisa dilakukan orang lain untuk menyembuhkannya, penyakit itu hanya akan hilang sesaat saja. Kecuali, bagi mereka yang mau untuk mencari soulmate baru yang mungkin saja bisa menyembuhkannya.
Tapi, dia adalah tokoh yang hebat, perannya sungguh luar biasa. Dalam kisahnya dia memulai sejak akad diucap hingga raga terkubur. Cerita itu sudah berakhir meski kenangannya akan tetap hidup. Yang tersisa hanya kesepian dan harapan baru bagi yang mau.
Pada intinya, jika anda mengalahi kehilangan (karena kematian) bangkitlah, hiburlah diri sendiri, dekatkan dirimu pada Tuhan. Jika kau benar-benar mencintainya kau akan tetap menemaninya melalui doa-doa mu. Itu sudah cukup, sisanya pikirkan hari esok mu. Hari yang seharusnya lebih baik bagimu, kehidupanmu, orang-orang disekitarmu dan orang-orang yang selalu menyayangimu.

-Vannbie-

0 komentar:

Posting Komentar