Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Selasa, 19 Juni 2012

Pertanggungjawaban Hukum Pidana

v Pertanggungjawaban Pidana
Bab I dan Bab II KUHP memuat : “ Alasan-alasan yang menghapuskan, mengurangkan dan memberatkan pidana”. Pembicaraan selanjutnya akan mengenai alasan penghapus pidana, aialah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, tidak dapat dipidana.
o   Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu (inwendig), yakni :
a. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit (pasal 44 KUHP)
b. Umur yang masih muda (mengenai umur yang masih muda ini di Indonesia dan juga di negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi merupakan lasan penghapus pidana melainkan menjadi dasar untuk memperingan hukuman).
o   Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu (uitwendig), yaitu:
a. Daya paksa atau overmacht (pasal 48);
b. Pembelaan terpaksa atau noodweer (pasal 249);
c. Melaksanakan Undang-undang (pasal 50);
d. Melaksanakan perintah jabatan (pasal 51);

Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan dua jenis alasan penghapus pidana :
1.      Alasan Pembenar (rechtvaardigingsgrond, fait justificatif, rechtfertigungsgrund) : Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan.
2.      Alasan Pemaaf (schulduitsluittingsgrond-fait d’excuse, entschuldigungsdrund, schuldausschliesungsgrund) : Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum) dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi disini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin pemidanaan.
v Dasar
1.      Alasan Pembenaran: KUHP ialah pasal 49 ayat (1), pasal 50 dan pasal 51 (1).
2.      Alasan Pemaafan: KUHP ialah pasal 44, pasal 49 ayat (2), pasal 51 ayat (2), dan pasal 48
v Macam-macam Alasan Pembenaran
A.     peraturan perundang-undangan : Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. Undang-undang yang dimaksud menurut mahkamah adalah :setiap peraturan yang dibuat oleh kekuasaan yang berwenang baik yang langsung dari pembentuk undang-undang maupun dari kekuasaan yang lebih rendah
B.      Perintah jabatan : Barang siapa yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
C.     Bela Paksa/ Pembelaan Darurat (noodweer) : Perbuatan orang yang membela diri itu seolah-olah mempertahankan haknya sendiri. Tidaklah dapat diharapkan dari seorang warga Negara menerima saja suatu perlakuan yang melawan hukum yang ditujukan kepada dirinya. Padahal Negara dengan alat-alat perlengkapannya tidak dapat tepat pada waktunya melindungi kepentingan hukum dari orang yang diserang itu : maka pembelaan diri ini bersifat menghilangkan sifat melawan hukum. Dalam pembelaan darurat ada dua hal yang pokok :
1. Adanya serangan, Tidak terhadap semua serangan dapat diadakan pembelaan, melainkan pada serangan yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. melawan hukum
b. seketika dan langsung
c. ditujukan pada diri sendiri / orang lain
d. terhadap badan / tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta benda
2. ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu. Syarat pembelaan
a. seketika dan langsung
b. memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas, subsidiaritas maksudnya tidak ada cara lain selain membela diri dan proporsionalitas artinya seimbang antara serangan dan pembelaan. Serangan itu dapat merupakan tindak pidana, tapi hal ini tidak perlu asal saja memenuhi syarat-syarat seperti tersebut diatas.
v Macam-macam Alasan Pemaaf.
A.     Dengan itikad baik melaksanakan perintah jabatan: melakukan perintah jabatan yang tidak sah menghapuskan dapat dipidananya seseorang. Dalam keadaan ini perbuatan orang ini tetap bersifat melawan hukum, akan tetapi pembuatnya tidak dipidana, apabila memenuhi syarat :
1. jika ia mengira dengan itikad baik bahwa perintah itu sah.
2.  Perintah itu berada dalam lingkungan wewenang dari orang yang diperintah.
B.      Bela Paksa Lampau (noodweer exces) : tidak dipidana seseorang yang melampaui batas pembelaan yang diperlukan, jika perbuatan itu merupakan akibat langsung dari suatu kegoncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan itu.  Untuk adanya kelampauan batas pembelaan darurat ini harus ada syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kelampauan batas pembelaan yang diperlukan, melampaui asas subsidairitas dan proporsionalitas
2. Pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat (suatu perasaan hati yang sangat panas). Termasuk disini adalah rasa tajut, bingung, dan mata gelap.
3. kegoncangan jiwa yang hebat itu disebabkan karena adanya serangan, dengan kata lain : antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan harus ada hubungan kausal.
Sifat dari noodweer exces adalah menghapuskan kesalahan (pertanggungjawaban pidana), jadi sabagai alasan pemaaf sementara perbuatannya tetap bersifat melawan hukum.
C.     Tidak mampu bertanggungjawab : tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang sempurna akal/ jiwanya atau terganggu karena sakit. Atau juga anak yang dibawah umur.
D.    Daya paksa (overmacht) : tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh daya paksa. Yang dimaksud dengan daya paksaan disini bukan paksaan mutlak, yang tidak memberi kesempatan kepada si pembuat menentukan kehendaknya Maka dalam overmacht (daya paksa) dapat dibedakan dalam du hal :
1. vis absoluta (paksaan yang absolut) :dapat disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam. Dalam hal ini paksaan tersebut sama sekali tak dapat ditahan. Contoh : tangan seseorang dipegang oleh orang lain dan dipukulkan pada kaca, sehingga kaca pecah. Maka orang yang pertama tadi tak dapat dikatakan telah melakukan perusakan benda (pasal 406 KUHP).
2. vis compulsive (paksaan yang relatif): Istilah didorong menunjukkan bahwa paksaan itu tak dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan perlawanan. (Prof. Moelyatno hanya menyebut “karena penagruh daya paksa”).

Pertanggungjawaban Hukum Pidana Islam

v Pengertian pertanggungjawaban pidana:
pertanggungjawaban pidana dalam syariat islam adalah pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya itu.

v Dasar Pertanggungjawaban Pidana:
Memenuhi 3 syarat:
1)      Adanya perbuatan yang dilarang.
               2)      Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan
               3)      Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Da ud disebutkan:
Dari Aisyah ra berkata: telah bersabda Rasulullah saw: Dihapuskan ketentuan dari tiga hal, dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari orang gilasampai ia sembuh, dan dari anak kecil sampai ia dewasa.
Juga terdapat dari beberapa surat dalam Al-Qur’an, antara lain yaitu: Al-Muddasir 38 , Al-An’am 164, Al-Baqarah 134, An-nisa 79.

v Faktor yang menyebabkan adanya pertanggungjawaban pidana adalah perbuatan maksiat, yaitu mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalakan perbuatan yang diperintahkan oleh syara’. Jadi sebab pertanggungjawaban pidana adalah melakukan kejahatan. Untuk adanya pertanggungjawaban ini masih diperlukan dua syarat, yaitu adanya idrak (kekuatan berfikir/mengetahui) dan ikhtiar (tidak dalam terpaksa/pilihan).

v Pertanggungjawaban pidana dapat dihapus karena hal-hal yang bertalian dengan perbuatan atau karena hal-hal yang bertalian dengan keadaan pelaku. Dalam keadaan yang pertama perbuatan yang dilakuakn adalah mubah (tidak dilarang) sedangkan dalam keadaan yang keduaperbuatan yang dilakukan tetap dilarang tetapi pelakunya dijatuhi hukuman. Sebab-sebab yang berkaitan dengan perbuatan disebut asbab al-ibahah atau sebab dibolehkannya perbuatan yang dilarang. Sedangkan sebab-sebab yang berkaitan denagn keadaan pelaku disebut asbab raf’i al-uqubah.

v Alasan Pembenar: Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan.
v Alasan Pemaaf: Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum) dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi disini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin pemidanaan.

v Macam-macam alasan pembenar:
1)            Pembelaan Yang Sah (Ad dafi’ As Syar’iyyu)
Hak atau kewajiban seseorang untuk mempertahankan dirinya atau orang lain, atau mempertahankan harta dirinya atau orang lain dengan memakai kekuatan yang diperlukan, dari setiap serangan.
2)            Pendidikan dan pengajaran (At ta’dibu)
Setiap orang berhak memberikan pengajaran (ta’dib) untuk merubah pada kebaikan.
3)            Pengobatan (At Tathbiibu)
Dokter dituntut untuk mengutamakan keselamatan pasiennya. Hal-hal yang dilarang pada yang bukan muhrim, menjadi boleh dengan alasan keselamatan.
4)            Hapusnya jaminan keselamatan (Ihdarul Ashkhas)
Boleh diambil tindakan terhadap jiwa atau anggota-anggota badannya, olehkarena itu bisa dibunuh atau dianiaya.
5)            Permainan olah raga (Al ‘aab Al Furusiyah)
Suatu permainan olahraga bisa saja melukai pemain atau pihak ketiga (wasit) dan apabila hal tersebut tidak sengaja maka tidak dikenai jarimah pada pelakunya.
6)            Menggunakan wewenang dan melaksanakan kewajiban bagi pihak yang berwajib (Huquq Al Hukam wa Waajibatuhum)
Seperti algojo atau para penembak terpidana mati, mereka melakukan sebagaimana tata cara, dan aturan. Perbuatan tersebut dilindungi oleh undang-undang.

v Macam-macam Alasan Pemaaf
1.        Paksaan (Al Ikrah)
          2.    Mabuk (Assyukru)
          3.    Gila (Al Junun)
          4.    Dibawah umur (Shikhrus sinni)