v Pertanggungjawaban
Pidana
Bab I dan Bab II KUHP memuat : “
Alasan-alasan yang menghapuskan, mengurangkan dan memberatkan pidana”.
Pembicaraan selanjutnya akan mengenai alasan penghapus pidana, aialah
alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
rumusan delik, tidak dapat dipidana.
o Alasan tidak dapat
dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu
(inwendig), yakni :
a. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu
karena sakit (pasal 44 KUHP)
b. Umur yang masih muda (mengenai umur yang masih muda ini
di Indonesia dan juga di negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi merupakan
lasan penghapus pidana melainkan menjadi dasar untuk memperingan hukuman).
o Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya
seseorang yang terletak di luar orang itu (uitwendig), yaitu:
a. Daya paksa atau overmacht (pasal 48);
b. Pembelaan terpaksa atau noodweer (pasal 249);
c. Melaksanakan Undang-undang (pasal 50);
d. Melaksanakan perintah jabatan (pasal 51);
Penghapusan pidana dapat menyangkut
perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan dua jenis alasan penghapus pidana :
1. Alasan Pembenar (rechtvaardigingsgrond, fait justificatif, rechtfertigungsgrund)
: Alasan
pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini
telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak
melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan.
2. Alasan Pemaaf
(schulduitsluittingsgrond-fait d’excuse,
entschuldigungsdrund, schuldausschliesungsgrund) : Alasan pemaaf menyangkut pribadi
si pembuat, dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum)
dengan perkataan lain ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan,
meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi disini ada alasan yang
menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin pemidanaan.
v Dasar
1. Alasan
Pembenaran: KUHP
ialah pasal 49 ayat (1), pasal 50 dan pasal 51 (1).
2. Alasan
Pemaafan: KUHP
ialah pasal 44, pasal 49 ayat (2), pasal 51 ayat (2), dan pasal 48
v Macam-macam
Alasan Pembenaran
A. peraturan perundang-undangan :
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang,
tidak dipidana. Undang-undang yang dimaksud menurut mahkamah adalah :setiap
peraturan yang dibuat oleh kekuasaan yang berwenang baik yang langsung dari
pembentuk undang-undang maupun dari kekuasaan yang lebih rendah
B. Perintah jabatan : Barang siapa yang
melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
C. Bela Paksa/ Pembelaan Darurat (noodweer)
: Perbuatan orang yang membela diri itu seolah-olah mempertahankan haknya
sendiri. Tidaklah dapat diharapkan dari seorang warga Negara menerima saja
suatu perlakuan yang melawan hukum yang ditujukan kepada dirinya. Padahal
Negara dengan alat-alat perlengkapannya tidak dapat tepat pada waktunya
melindungi kepentingan hukum dari orang yang diserang itu : maka pembelaan diri
ini bersifat menghilangkan sifat melawan hukum. Dalam pembelaan darurat ada dua
hal yang pokok :
1. Adanya serangan, Tidak terhadap semua serangan dapat
diadakan pembelaan, melainkan pada serangan yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. melawan hukum
b. seketika dan langsung
c. ditujukan pada diri sendiri / orang lain
d. terhadap badan / tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan
harta benda
2. ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu. Syarat pembelaan
2. ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu. Syarat pembelaan
a. seketika dan langsung
b. memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas,
subsidiaritas maksudnya tidak ada cara lain selain membela diri dan
proporsionalitas artinya seimbang antara serangan dan pembelaan. Serangan itu
dapat merupakan tindak pidana, tapi hal ini tidak perlu asal saja memenuhi
syarat-syarat seperti tersebut diatas.
v Macam-macam
Alasan Pemaaf.
A. Dengan itikad baik melaksanakan
perintah jabatan: melakukan perintah jabatan
yang tidak sah menghapuskan dapat dipidananya seseorang. Dalam keadaan ini
perbuatan orang ini tetap bersifat melawan hukum, akan tetapi pembuatnya tidak
dipidana, apabila memenuhi syarat :
1. jika ia mengira dengan itikad baik bahwa perintah itu
sah.
2. Perintah itu berada dalam lingkungan wewenang dari orang yang diperintah.
2. Perintah itu berada dalam lingkungan wewenang dari orang yang diperintah.
B. Bela Paksa Lampau (noodweer exces) :
tidak dipidana seseorang yang melampaui batas pembelaan yang diperlukan, jika
perbuatan itu merupakan akibat langsung dari suatu kegoncangan jiwa yang hebat
yang disebabkan oleh serangan itu. Untuk
adanya kelampauan batas pembelaan darurat ini harus ada syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Kelampauan batas pembelaan yang diperlukan, melampaui
asas subsidairitas dan proporsionalitas
2. Pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari
kegoncangan jiwa yang hebat (suatu perasaan hati yang sangat panas). Termasuk
disini adalah rasa tajut, bingung, dan mata gelap.
3. kegoncangan jiwa yang hebat itu disebabkan karena adanya
serangan, dengan kata lain : antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan
harus ada hubungan kausal.
Sifat dari noodweer
exces adalah menghapuskan kesalahan (pertanggungjawaban pidana), jadi
sabagai alasan pemaaf sementara perbuatannya tetap bersifat melawan hukum.
C. Tidak mampu bertanggungjawab : tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang
sempurna akal/ jiwanya atau terganggu karena sakit. Atau juga anak yang dibawah
umur.
D. Daya paksa (overmacht) : tidak
dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh daya paksa. Yang
dimaksud dengan daya paksaan disini bukan paksaan mutlak, yang tidak memberi
kesempatan kepada si pembuat menentukan kehendaknya Maka dalam overmacht (daya
paksa) dapat dibedakan dalam du hal :
1. vis absoluta (paksaan yang absolut) :dapat disebabkan
oleh kekuatan manusia atau alam. Dalam hal ini paksaan tersebut sama sekali tak
dapat ditahan. Contoh : tangan seseorang dipegang oleh orang lain dan
dipukulkan pada kaca, sehingga kaca pecah. Maka orang yang pertama tadi tak
dapat dikatakan telah melakukan perusakan benda (pasal 406 KUHP).
2. vis compulsive (paksaan yang relatif): Istilah didorong menunjukkan bahwa paksaan itu tak dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan perlawanan. (Prof. Moelyatno hanya menyebut “karena penagruh daya paksa”).
2. vis compulsive (paksaan yang relatif): Istilah didorong menunjukkan bahwa paksaan itu tak dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan perlawanan. (Prof. Moelyatno hanya menyebut “karena penagruh daya paksa”).
0 komentar:
Posting Komentar